SUARA-MUSLIM.COM, Jakarta ~ Ketua PBNU H Slamet Effendy Yusuf meminta pihak Barat dengan sponsor utama Amerika Serikat tidak melakukan serangan ke Suriah dengan alasan adanya penggunaan senjata kimia kepada warga sipil, yang sampai saat ini belum bisa dibuktikan kebenarannya.
“Perundingan antara kelompok yang bertikai merupakan satu-satunya jalan. Jangan sampai ada intervensi asing yang telah terbukti di Timur Tengah tidak menyelesaikan masalah. No more war,” katanya, di Jakarta, (30/8).
Ia mencontohkan keterlibatan asing di Timur Tengah seperti di Libya dan Irak, yang sampai saat ini malah menimbulkan perang sipil diantara warga negaranya.
Di Irak, setelah AS dan sekutunya meninggalkan negeri tersebut, kedamaian dan demokrasi yang dulu didengung-dengungkan oleh Barat juga tidak muncul. Kekerasan sektarian antara kelompok Sunni dan Syiah juga terus terjadi. Tuduhan adanya pabrik senjata kimia yang menjadi alasan Presiden Bush untuk menyerang negeri 1001 malam tersebut ternyata juga tidak ada. Antara sesama Muslim, mereka disediakan senjata dan saling membunuh.
Hal yang sama juga terjadi Afganistan, kedamaian yang dikampanyekan dengan serangan AS dan sekutunya sejak lebih dari 10 tahun yang lalu. Sampai sekarang, pendekatan kekerasan yang dilakukan tidak menyelesaikan masalah.
Arab spring yang awalnya diharapkan membawa angin segar di Tunisia dan Mesir, sekarang kondisinya bahkan lebih buruk, dengan adanya ancaman perang saudara.
“Kondisi Timur Tengah saat ini yang terburuk sejak tahun 60-an,” tegasnya.
Situasi di Suriah lebih kompleks karena disana ada berbagai kepentingan kawasan, seperti Iran, Turki, dan Israel, sementara didalam negeri Suriah sendiri, juga ada polarisasi antara kelompok sunni dan syiah. Dalam kelompok oposisi juga terdapat berbagai faksi yang tidak selalu sependapat dalam penyelesaian masalah.
Ia menyatakan, dalam hal ini umat Islam Indonesia mampu menjadi contoh negara Muslim dunia dalam menjaga toleransi dalam keragaman. Kondisi ini harus dikembangkan ke dunia Muslim lainnya. (NU Online)
“Perundingan antara kelompok yang bertikai merupakan satu-satunya jalan. Jangan sampai ada intervensi asing yang telah terbukti di Timur Tengah tidak menyelesaikan masalah. No more war,” katanya, di Jakarta, (30/8).
Ia mencontohkan keterlibatan asing di Timur Tengah seperti di Libya dan Irak, yang sampai saat ini malah menimbulkan perang sipil diantara warga negaranya.
Di Irak, setelah AS dan sekutunya meninggalkan negeri tersebut, kedamaian dan demokrasi yang dulu didengung-dengungkan oleh Barat juga tidak muncul. Kekerasan sektarian antara kelompok Sunni dan Syiah juga terus terjadi. Tuduhan adanya pabrik senjata kimia yang menjadi alasan Presiden Bush untuk menyerang negeri 1001 malam tersebut ternyata juga tidak ada. Antara sesama Muslim, mereka disediakan senjata dan saling membunuh.
Hal yang sama juga terjadi Afganistan, kedamaian yang dikampanyekan dengan serangan AS dan sekutunya sejak lebih dari 10 tahun yang lalu. Sampai sekarang, pendekatan kekerasan yang dilakukan tidak menyelesaikan masalah.
Arab spring yang awalnya diharapkan membawa angin segar di Tunisia dan Mesir, sekarang kondisinya bahkan lebih buruk, dengan adanya ancaman perang saudara.
“Kondisi Timur Tengah saat ini yang terburuk sejak tahun 60-an,” tegasnya.
Situasi di Suriah lebih kompleks karena disana ada berbagai kepentingan kawasan, seperti Iran, Turki, dan Israel, sementara didalam negeri Suriah sendiri, juga ada polarisasi antara kelompok sunni dan syiah. Dalam kelompok oposisi juga terdapat berbagai faksi yang tidak selalu sependapat dalam penyelesaian masalah.
Ia menyatakan, dalam hal ini umat Islam Indonesia mampu menjadi contoh negara Muslim dunia dalam menjaga toleransi dalam keragaman. Kondisi ini harus dikembangkan ke dunia Muslim lainnya. (NU Online)
Tidak ada komentar
Posting Komentar